4 Berkurangnya lahan resapan air. Konversi lahan identik dengan perubahan kondisi ruang. Konversi lahan tidak dapat dicegah karena kebutuhan manusia akan ruang tidak dapat dihindari. Mencegah konversi lahan bisa jadi menghambat pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, konversi lahan pertanian harus tetap terjadi.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Permasalahan mengenai permukiman di kota besar merupakan salah satu masalah yang terbilang cukup serius dan perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal itu disebabkan karena semakin bertambahnya waktu, maka jumlah penduduk akan semakin meningkat karena adanya urbanisasi atau pun karena faktor lain. Kawasan perkotaan yang memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang terbilang pesat menyebabkan kebutuhan akan sarana dan prasarana makin bertambah. Seperti contohnya kebutuhan masyarakat tentang perumahan sebagai tempat tinggal. Perumahan hadir menjadi solusi mengenai masalah permukiman yang kian hari makin mengalami penyempitan. Perumahan dipilih oleh sebagian masyarakat untuk dijadikan tempat tinggal karena dinilai memiliki desain yang unik dan minimalis serta kemudahan dalam hal proses pembangunan perumahan memunculkan beberapa dampak yang tidak hanya dampak positif saja namun dampak negatif pula. Ada pihak yang diuntungkan karena pembangunan tersebut, namun ada pula pihak yang merasa dirugikan karena pembangunan dapat dikatakan bahwa masyarakat mendapat penghasilan dari adanya penjualan lahan tersebut, pembangunan yang dilaksanakan juga dapat merugikan masyarakat. Kerugian yang dialami masyarakat tidak hanya disebabkan oleh adanya pembebasan lahan dan penurunan pendapatan. Kerugian juga dapat timbul akibat pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan penataan suatu wilayah serta adanya kelonggaran penegakan hukum. Pihak pengembang sendiri cenderung lebih melakukan analisis mengenai masalah yang menjadi dampak terhadap lingkungan, namun masih kurang menganalisis dalam hal dampak sosial yang mencakup ekonomi, sosial, dan budaya. Dampak tersebut akan nampak seiring berjalannya waktu bagaimana kondisi yang ditimbulkan sebelum dan setelah adanya pembangunan perumahan. Perubahan dalam bidang sosial ekonomi tampaknya juga perlu dijadikan perhatian karena berhubungan dengan hubungan suatu individu dengan individu lain atau pun sebuah kelompok dengan kelompok lainnya. Pembangunan perumahan dinilai menjadi salah satu kegiatan yang berdampak besar mengenai perubahan suatu daerah tertentu. Apalagi jika lahan yang digunakan untuk membangun perumahan berasal dari alih lahan yang awalnya kosong dan menjadi daerah resapan air. Sehingga ketika dibangun perumahan akan memunculkan sebuah permasalahan. Permasalahan yang dimaksud disini adalah mengenai pembangunan perumahan yang menyebabkan banjir. Sebagai mahluk yang diberi kelebihan berupa akal, semestinya manusia dapat berpikir bagaimana tindakan yang tepat dalam memanfaatkan sumber daya air yang ada sehingga pemanfaatan air yang tersedia dapat bekerja secara maksimal. Selain berfungsi sebagai penunjang kehidupan, penataan lingkungan yang tidak tepat juga dapat menimbulkan hilangnya fungsi air dan akan mendatangkan bencana. Permasalahan air yang kerap kali terjadi akibat penataan lingkungan yang salah adalah kerap kali melanda daerah yang tidak memiliki daerah resapan air yang bagus, sehingga ketika hujan turun air tersebut tidak meresap kedalam tanah melainkan menjadi genangan dan mengalir di permukaan. Alih fungsi lahan merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Lahan yang semula ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman seperti rerumputan maupun pepohonan kini malah menjadi lahan permukiman. Padahal berbagai jenis tanaman tadi berguna untuk mempermudah air hujan untuk meresap kedalam tanah sehingga tidak sampai terjadi genangan di permukaan. Perubahan permukaan tanah yang semula hanya lahan kosong lalu berubah menjadi permukiman akan menyulitkan air hujan yang turun untuk meresap. Tak hanya diubah menjadi perumahan, namun lahan kosong juga dimanfaatkan sebagai kawasan lain seperti tempat dibangunnya tempat usaha atau pun fasilitas lainnya yang tentunya mengubah fungsi lahan yang mengubah lahan menjadi sebuah permukiman, namun juga diubah menjadi bentuk sarana prasarana sebagai konsumsi publik atau bentuk lainnya. Dari sinilah muncul dampak positif dan dampak negatif dari pembangunan tersebut. Dampak positif dapat berupa bertambahnya lapangan pekerjaan serta menambah fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan dampak negatif nya sendiri yaitu hilangnya sebagian harga tetap milik masyarakat berupa tanah atau lahan yang diakibatkan oleh kegiatan jual beli lahan yang dilakukan antara developer dan masyarakat. Dan tentunya akan menyebabkan kerusakan lingkungan jika pembangunan tersebut tidak dikelola dengan tepat dan kabupaten Jember sendiri, sudah mulai bermunculan pembangunan perumahan yang mengubah fungsi tanah, biasanya lahan yang awalnya berfungsi sebagai lahan pertanian atau perkebunan itulah yang akan diubah menjadi lahan perumahan. Hal itu disebabkan oleh tingginya kebutuhan tempat tinggal, maka mau tidak mau lahan tersebut diubah menjadi lahan perumahan yang secara langsung akan merubah kondisi bentuk tanah. Perubahan yang terjadi diatas akan memunculkan suatu permasalahan bagi lingkungan, khususnya permasalahan dibidang air. Perubahan kondisi pada tanah yang semula hanya lahan kosong namun sekarang berubah fungsi menjadi perumahan akan menyebabkan air hujan yang turun akan sulit menyerap kedalam tanah dan menimbulkan aliran di permukaan tanah. Aliran pada permukaan tanah jika memiliki volume yang tinggi maka akan menyebabkan suatu permasalahan yang biasa kita sebut dengan banjir. Serta pengembangan perumahan yang tidak disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah tersebut masih banyak terjadi. Kondisi fisik yang dimaksud adalah kondisi topografi, tanah, dan hidrologi suatu wilayah. Seiring berjalannya pembangunan permukiman perumahan, daya serap tanah akan berpengaruh pada bagaimana kondisi ketika hujan turun. Apakah air hujan akan menjadi aliran di permukaan yang kemudian masuk ke saluran saluran. Jika air hujan memiliki volume yang terlalu tinggi maka saluran yang disediakan tidak dapat menampung dan terjadilah banjir. Sebenarnya kondisi ini tidak akan terjadi jika saluran drainase pada perumahan memadai sehingga air yang tidak dapat meresap kedalam tanah akan mengalir lewat menyusun pembuatan drainase tentunya diperlukan beberapa data data. Seperti data hidrologi yang digunakan untuk melihat data curah hujan dari tahun ke tahun. Sehingga dapat memperkirakan debit banjir yang akan timbul ketika musim hujan untuk menentukan dimensi saluran. Kita juga memerlukan data topografi yang berupa peta yang menunjukkan hasil pengukuran langsung dari lapangan atau pun berasal dari sumber lain. Informasi yang dapat kita peroleh dari data topografi ini sendiri adalah keadaan fisik baik yang secara alami atau pun berasal dari buatan manusia serta bagaimana suatu kontur permukaan lahan. Serta dibutuhkan beberapa penunjang berupa sistem jaringan yang ada, seperti kebutuhan irigasi, air minum, listrik yang dibutuhkan masyarakat, dan lain dilihat dari berbagai permasalahan yang muncul diatas, maka perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai pembangunan perumahan dan bagaimana solusi yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan banjir yang kerap kali terjadi di perumahan. Karena sangat disayangkan sekali jika perumahan yang berfungsi sebagai tempat tinggal masyarakat malah menimbulkan permasalahan yang berdampak pada masyarakat itu sendiri. Entah bagaimana tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat selaku penghuni Kawasan itu sendiri, atau pun dari pihak pengembang sendiri mungkin dapat membenahi dari segi pembangunan jika akan dilakukan pengembangan di masa yang akan datang. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

penerapansumur resapan air. Konstruksi Sumur Resapan Air (SRA) merupakan alternatif pilihan dalam mengatasi banjir dan menurunnya permukaan air tanah pada kawasan perumahan, karena dengan pertimbangan : pembuatan konstruksi SRA tidak memerlukan biaya besar, tidak memerlukan lahan yang luas, dan bentuk konstruksi SRA sederhana.
Abstract Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat yang tidak seimbang dengan ketersediaan tanah menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam pelaksanaan pembangunan. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melakukan alih fungsi tanah. Alih fungsi tanah terjadi juga pada tanah resapan air. Pelaksanaan alih fungsi tanah resapan air dapat berjalan lancar apabila sesuai dengan peraturan yang ada dan memperhatikan kemampuan tanah. Apabila tidak sesuai maka mengakibatkan dampak negatif yaitu banjir di wilayah dataran yang lebih rendah. Namun alih fungsi di Mijen dilihat dari penatagunaan tanah yaitu aspek daya dukung tanahnya kurang sesuai, mengingat tanah yang digunakan dahulunya berfungsi sebagai tanah resapan air. Namun apabila pembangunan pemukiman adalah upaya pengembangan wilayah kota yang telah ditetapkan oleh Perda RTRW Kota Semarang, maka pelaksanaan pembangunan pemukiman menyesuaikan dengan perda tersebut. Dampak positif terjadinya alih fungsi tanah tersebut yaitu berkembang pesatnya perekonomian di wilayah Kecamatan Mijen sedangkan dampak negatifnya berkurangnya lahan resapan air yang menyebabkan banjir di wilayah Semarang bagian bawah. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menanggulangi terjadinya alih fungsi tanah dengan dibuatnya UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, Perda No 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031. Kesimpulan dari penelitian alih fungsi tanah resapan air menjadi kawasan pemukiman di Mijen sebagai upaya pengembangan wilayah kota, tetapi juga harus memperhatikan kemampuan tanah guna meminimalisir dampak yang akan ditimbulkan terhadap kawasan di bawahnya. Kondisiini mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan atau yang dikenal dengan konversi lahan. Konversi lahan resapan air di kawasan puncak nampaknya sudah menjadi fenomena yang lazim. Bila pada tahun 1980-an di sepanjang jalan menuju puncak terhampar luas berbagai perkebunan, kini di

Perubahan karakter banjir genangan menjadi banjir bandang di Sungai Beringin dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir menjadi sebuah indikasi bahwa telah terjadi ketidakseimbangan tata air di dalam daerah aliran sungai DAS. Alih fungsi lahan diduga menjadi salah satu faktor pemicu penurunan kualitas DAS yang berakibat pada peningkatan debit puncak aliran permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola dan laju perubahan penggunaan lahan DAS Beringin periode tahun 2009 - 2019 serta menghitung perubahan jumlah debit puncak aliran permukaan yang menjadi input sungai. Citra satelit resolusi tinggi yang bersumber dari Google Earth digunakan untuk memetakan pola perubahan penggunaan lahan. Laju infiltrasi diukur secara langsung di lapangan untuk mengetahui koefisien aliran pada setiap perbedaan jenis tanah dan penutup lahan. Debit puncak aliran permukaan kemudian dihitung melalui persaman rasional. Perkembangan kompleks perindustrian di sisi Barat Kota Semarang telah memicu pembangunan gedung dan permukiman yang cukup pesat di DAS Beringin. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun berdampak pada peningkatan yang cukup signifikan terhadap debit aliran puncak. Kegiatan monitoring dan konservasi DAS sangat penting dilakukan guna mencegah kerusakan lingkungan yang semakin parah di masa akan datang. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI III PERAN KEILMUAN GEOGRAFI DALAM AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL 2019-2024 Diselenggarakan di Auditorium Merapi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2 November 2019 BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2020 PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI III PERAN KEILMUAN GEOGRAFI DALAM AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL 2019-2024 Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Penanggung Jawab Dr. Lutfi Muta’ali, Steering Committee Aryana Rachmad Sulistya, Ketua Pelaksana La Ode Saleh Isa, Reviewer Dr. Lutfi Muta’ali, Dr. Sudrajat, Dr. Sri Rum Giyarsih, Dr. Nurul Khakhim, Ketua Panitia Acara Septi Sri Rahmawati, Wakil Ketua Panitia Acara Raudatul Jannah, Desain Sampul Wahyu Adimarta, Editor Putu Indra Christiawan, Hafidz Wibisono, Imam Arifa’illah Syaiful Huda, Faiz Urfan, Tata Letak Dita Septyana, Irwansyah, Marina Evana Putri Darise, Raudatul Jannah, E-ISBN 978-979-8786-98-3 Dipublikasikan oleh Badan Penerbit Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Jalan Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telpon +62 274 649 2340, +62 274 589595 Email Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM i KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT dan shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya acara Seminar Nasional Geografi III pada tanggal 2 November 2019 dapat terlaksana. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Tema dari seminar ini ialah “Peran Keilmuan Geografi dalam Agenda Pembangunan Nasional 2019-2024”. Pembangunan Nasional menjadi topik yang mesti dipikirkan bersama untuk keberlanjutan dan kesehjateraan masyarakat Indonesia secara utuh dan keseluruhan. Pembangunan Nasional telah dirancang sedemikian rupa dalam bingkai nasional sejak era presiden pertama negeri ini sampai era kepemimpinan sekarang. Tentunya, beberapa hasil pembangunan telah nampak dan telah kita nikmati. Hasil pembangunan ini menyisakan pekerjaan rumah dalam rupa pembangunan berkelanjutan yang mesti diselesaikan melalui sinergitas antara pemerintah, masyarakat dan akademisi. Peran keilmuan geografi merupakan bagian dari sisi akademis yang dapat memberi kontribusi dalam pembangunan nasional. Penerapan pendekatan spasial dan keruangan dalam pembangunan dapat berkorelasi dengan disiplin ilmu lain sehingga sinergi yang diharapkan dapat terjadi dalam rangka memberi masukan kepada para stakeholder untuk mengambil langkah yang tepat dalam pembangunan berkelanjutan. Selain itu, peran keilmuan geografi dapat menjadi panggung dalam pentas pembangunan nasional. Olehnya itu, peran keilmuan ini dapat memberikan manfaat-manfaat dalam pembangunan nasional. Berangkat dari pemikiran tersebut, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada bermaksud menyelenggarakan seminar nasional. Kegiatan seminar ini diharapkan dapat menjadi ajang komunikasi antar mahasiswa, peneliti, para ahli dan akademisi di Indonesia, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam bentuk penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang berkualitas dan memiliki daya guna untuk menunjang pengelolaan sumberdaya wilayah yang terpadu, optimal dan berkelanjutan. Kesuksesan acara ini tidak terlepas dari kontribusi dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam kegiatan Seminar Nasional Geografi III 2019. Yogyakarta, April 2020 La Ode Saleh Isa, Ketua Panitia Seminar Nasional Geografi III 2019 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM ii DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii FISIK METODE WALDVOGEL DAN SEVERE HAIL INDEX SHI UNTUK MENDETEKSI KEJADIAN HUJAN ES Heriyanto Wicaksono, Amat Komi, Nabilla Aulia, Rizky Umul Nisa Fadhila, Eko Wardoyo .............................................................................................................................. 1 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK ALIRAN PERMUKAAN DI DAS BERINGIN, JAWA TENGAH Mahendra Zhafir Pratama, Rois Saida Sanjaya, Prayitno, Zulfikar Ardiansyah Fajri, Elok Surya Pratiwi, Edy Trihatmoko ................................................................................................. 9 PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CI MANUK HULU Muhammad Fitrah Pratama, Tjiong Giok Pin, Kuswantoro Marko ...................................... 17 TERUSAN SESAR KENDENG DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SECOND VERTICAL DERIVATIVE DAN MOVING AVERAGE Muhammad Akhadi, Mohamad Kamal A, Bigar Kristantyo .................................................. 26 AIR SUNGAI-SUNGAI ALOGENIK DI KAWASAN KARST GUNUNGSEWU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL PADA MUSIM KEMARAU M. Widyastuti, Ahmad Cahyadi, Tjahyo Nugroho Adji, Setyawan Purnama, Febby Firizqi, Muhammad Naufal, Fajri Ramadhan, Indra Agus Riyanto, Muhammad Ridho Irshabdillah.................................................................................................................... 36 BATUGAMPING DI WILAYAH LUWENG BLIMBING DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Eko Haryono, Muchammad Amin Nurrohman, Gemasakti Adzan, Lely Adriani Nasution, Husna Diah, Ahmad Cahyadi, Risma Sari Septianingrum .................................................... 43 LORONG GUA DI GEOSITE GUA PINDUL, GEOPARK GUNUNGSEWU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Mohammad Ainul Labib, Eko Haryono, Haviz Damar Sasongko, Ahmad Cahyadi, Eko Bayu Dharma Putra, Danardono, Roza Oktama, Tjahyo Nugroho Adji ........................ 50 PENGARUH EL NINO DAN LA NINA TERHADAP VARIABILITAS IKLIM DAN MUSIM DI KALIMANTAN TENGAH Erlita Aprilia, Sindya Nur Ritasari, Agus Safril ..................................................................... 58 KESESUAIAN PERTAMBANGAN BATU KAPUR MENGGUNAKAN SIG DI PROVINSI SULAWESI SELATAN Pina Maulidina Hidayat, Muhammad Attorik Falensky ........................................................ 67 SESAR MERATUS BERDASARKAN ANOMALI GAYA BERAT MENGGUNAKAN METODE SECOND VERTICAL DERIVATIVE Denny Valeri Siregar, Mahmud Yusuf, M. Taufik Gunawan, Yuan Yulizar, Anggita Adidarma .................................................................................................................................. 76 KONDISI LAHAN DAN PETANI TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN ANALISIS JALUR DATA SURVEI TANAMAN PANGAN TAHUN 2016-2017 Fathonah Tri Hastuti, Amalia Romadhona ............................................................................ 83 TIPE HIDROGEOKIMIA AIRTANAH MENGGUNAKAN METODE STUYFZAND DI WILAYAH KEPESISIRAN KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR Mice Putri Afriyani, Langgeng Wahyu Santosa, Tjahyo Nugroho Adji ................................ 90 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 9 PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK ALIRAN PERMUKAAN DI DAS BERINGIN, JAWA TENGAH Mahendra Zhafir Pratama, Rois Saida Sanjaya, Prayitno, Zulfikar Ardiansyah Fajri, Elok Surya Pratiwi, Edy Trihatmoko mahendrazhafir Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Perubahan karakter banjir genangan menjadi banjir bandang di Sungai Beringin dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir menjadi sebuah indikasi bahwa telah terjadi ketidakseimbangan tata air di dalam daerah aliran sungai DAS. Alih fungsi lahan diduga menjadi salah satu faktor pemicu penurunan kualitas DAS yang berakibat pada peningkatan debit puncak aliran permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola dan laju perubahan penggunaan lahan DAS Beringin periode tahun 2009 - 2019 serta menghitung perubahan jumlah debit puncak aliran permukaan yang menjadi input sungai. Citra satelit resolusi tinggi yang bersumber dari Google Earth digunakan untuk memetakan pola perubahan penggunaan lahan. Laju infiltrasi diukur secara langsung di lapangan untuk mengetahui koefisien aliran pada setiap perbedaan jenis tanah dan penutup lahan. Debit puncak aliran permukaan kemudian dihitung melalui persaman rasional. Perkembangan kompleks perindustrian di sisi Barat Kota Semarang telah memicu pembangunan gedung dan permukiman yang cukup pesat di DAS Beringin. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun berdampak pada peningkatan yang cukup signifikan terhadap debit aliran puncak. Kegiatan monitoring dan konservasi DAS sangat penting dilakukan guna mencegah kerusakan lingkungan yang semakin parah di masa akan datang. Kata Kunci banjir, debit puncak aliran, perubahan lahan. PENDAHULUAN Latar Belakang DAS Beringin merupakan salah satu DAS yang telah termasuk dalam kondisi DAS Prioritas di Kota Semarang dan telah mengalami gejala kerusakan. Permasalahan yang sering timbul di DAS Beringin adalah ketika musim penghujan hampir setiap tahun terjadi fenomena banjir, sedangkan ketika musim kemarau banyak wilayah yang terjadi kekeringan Setyowati, 2015. Selama tahun 2010 sampai pada tahun 2017 DAS Beringin telah mengalami 8 kali banjir dengan 2 diantaranya telah mengalami perubahan tipe banjir, dari yang semula berupa banjir genangan menjadi banjir bandang Indrayati et al., 2018. Fenomena banjir dalam suatu DAS disebabkan karena ketidakmampuan daerah aliran sungai tersebut dalam menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh pada kawasan tersebut. Sehingga sebagian air hujan yang tertampung dalam DAS akan mengalir sebagai limpasan permukaan dan hanya sebagian kecil yang dapat terserap dalam tanah Asdak dalam Setyowati, 2008. Debit aliran di suatu DAS sangat dipengaruhi oleh jenis pengguaan lahan pada kawasan tersebut. Perubahan penggunaan lahan dan curah hujan yang ekstrim akan meningkatkan jumlah aliran permukaan, selain itu pemadatan pada permukaan tanah akan mengakibatkan kapasitas infiltrasi tanah akan semakin berkurang Helengkara dalam Sriartha, 2015. Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas dari suatu sistem tata air dalam suatu DAS. Permasalahan yang sering terjadi di DAS Beringin akibat perubahan penggunaan lahan seperti penurunan kualitas lingkungan, banjir, dan erosi Sanjoto dan M. Nawawi, 2014. Dewasa ini DAS Beringin telah mengalami pengembangan dan pembangunan wilayah yang cukup pesat serta mengalami perubahan penggunaan lahan dari kawasan pertanian dan hutan karet menjadi kawasan terbangun akibat dari pertambahan jumlah penduduk. Pengalihfungsian lahan yang terjadi saat ini tentunya akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi dan limpasan permukaan sehingga berpengaruh signifikan terhadap debit aliran puncak DAS Beringin Harisuseno et al., 2014. Sebagai suatu ekosistem tentunnya terdapat berbagai macam aktivitas di dalam DAS. Adapaun aktivitas dalam DAS dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem DAS seperti tata guna lahan dibagian hulu akan memberikan dampak pada bagian hilir DAS yang berupa peningkatan debit air dan sedimentasi pada bagian hilir Utami et al., 2017. Berdasarkan pengamatan pada citra Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 10 satelit resolusi tinggi yang bersumber dari Google Earth selama 10 tahun terakhir yaitu pada tahun 2009-2019 telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan berupa peningkatan lahan terbangun, terutama pada daerah hulu dan tengah DAS Beringin. Perubahan penggunaan lahan mengakibatkan air hujan yang jatuh dalam suatu sistem DAS tidak dapat terinfiltrasi dengan baik. Dalam daur siklus hidrologi infiltrasi merupakan salah satu proses yang penting karena akan menentukan jumlah air yang masuk ke dalam tanah. Rendahnya tingkat infiltarsi ini akan mengakibatkan debit aliran permukaan meningkat sehingga berpotensi untuk terjadinya banjir Asdak dalam Fauzi et al., 2018, Arsyad dalam Soplanit dan Silahooy 2012. Adanya bencana banjir ini dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan dan ketidakseimbangan tata air dalam suatu sistem DAS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pola dan laju perubahan penggunaan lahan DAS Beringin periode tahun 2009 – 2019 serta menghitung jumlah debit puncak aliran permukaan yang menjadi input dari sungai DAS Beringin. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah bahwa informasi mengenai pola dan laju perubahan penggunaan lahan serta debit puncak aliran permukaan di DAS Beringin dapat digunakan untuk kegiatan monitoring dan konservasi DAS guna mencegah kerusakan lingkungan yang semakin parah di masa akan datang. METODE Penelitian ini dilakukan pada 8 titik lokasi di DAS Beringin, Kota Semarang, Jawa Tengah yang mana pada DAS tersebut terjadi alih fungsi lahan yang cukup signifikan dan seringnya kejadian banjir. Pengambilan titik sampel penelitian didasarkan pada jenis tanah dan penggunaan lahan. Metode penelitian ini dengan mengukur laju infiltrasi secara langsung di lapangan menggunakan alat double ring infiltrometer untuk mengetahui koefisien aliran pada setiap perbedaan jenis tanah dan penutup lahan. Perhitungan laju infiltrasi menggunakan persamaan Horton, menurut Horton kapasitas infiltrasi akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya waktu sampai mendekati nilai konstan Ardiansyah et al., 2019. F=Fc+Fo-Fce-kt Dimana F = laju infiltrasi cm/jam Fo = laju infiltrasi awal cm/jam Fc = laju infiltrasi konstan cm/jam E = bilangan dasar logaritma Naperian k = konstanta geofisik Integrasi teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis digunakan untuk identifikasi dan memetakan pola perubahaan penutup lahan. Debit puncak aliran dihitung melalui persamaan rasional dengan asumsi intensitas hujan antara tahun 2009 dan tahun 2019 adalah sama. Data curah hujan yang kami gunakan adalah data curah hujan bulanan tertinggi pada tahun 2009 di Kota Semarang, yaitu bulan februari dan bersumber dari Badan Pusat Statistik. Berikut adalah rummusnya Q = 0,278 CIA Dimana Q = debit puncak limpasan permukaaan m3/det C = koefisien aliran permukaan I = intensitas hujan mm/jam A = luas daerah pengaliran km2 Dalam rumus Q diatas, terdapat intensitas hujan. Untuk mengetahui intensitas hujan dapat menggunakan rumus I = Intensitas hujan mm/jam CH = Curah Hujan Tc = Waktu terkonsentrasi Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 11 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Tabel 1. Alat dan Bahan Double Ring Infiltrometer Citra Satelit Resolusi Tinggi Google Earth Tahun Peta Jenis Tanah DAS Beringin Peta Penggunaan Lahan hasil Digitasi Instrumen Pengukuran laju infiltrasi Software ArcGis Ms. Excel Gambar 1. Pengukuran laju infiltrasi di lapangan menggunakan alat Double Ring Infiltrometer Untuk koefisien aliran C, kami menggunakan ketetapan menurut Haryono 1999 dan Kironoto 2003. Tabel 2. Koefisien Limpasan C Pusat bisnis dan perbelanjaan Perumahan kepadatan sedang – tinggi Sumber Haryono 1999 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 12 Tabel 3. Koefisien Aliran C Tanah terbuka/tanpa tanaman Rumput bede tahun pertama Rumput bede tahun kedua Kopi dengan penutup tanah buruk Hutan alam serasah banyak Hutan produksi tebang habis Sebak belukar/padang rumput Kacang tanah + gude tanaman polongan Kacang tanah + kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Padi + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman Alang – alang murni subur Sumber Kironoto 2003 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan DAS Beringin Tabel 4. Luas perubahan penggunaan lahan Perubahan penggunaan lahan di DAS Beringin tampak pada tabel 4. diketahui bahwa pada tahun 2009 luas penggunaan lahan didominasi oleh kebun campuran yaitu sebesar 47,95 % atau seluas 13,27 km2 dari total luas wilayah penelitian. Kemudian pada tahun 2019 luas penggunaan lahan kebun campuran mengalami penurunan sebesar 7,61% sehingga luasannya menjadi 40,34 % atau seluas 11,15 km2. Sedangkan pada tahun 2019 luas penggunaan lahan didominasi oleh lahan terbangun yaitu sebesar 41,51 % atau seluas 11,47 km2 dan mengalami peningkatan luasan dari tahun 2009. Dalam kurun waktu selama 10 tahun perubahan lahan yang paling signifikan dan berjalan dengan cepat adalah peningkatan lahan terbangun akibat perkembangan kompleks perindustrian dan pembangunan kawasan perumahan elit BSB Bukit Semarang Baru. Penurunan penggunaan lahan tegalan mengalami penurunan dari tahun 2009 yang semula 17,24 % menjadi 14,05% pada tahun 2019. Sedangkan pada semak belukar terjadi penurunan dari 1,49 % pada tahun 2009 menjadi 0,19 % pada tahun 2019. Pada lahan sawah terjadi penurunan dari semula 10,50 % menjadi 3,91 % selama rentang waktu 10 tahun. Gambar 2. Luas Penggunaan Lahan DAS Beringin Tahun 2009 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 14 Gambar 3. Luas Penggunaan Lahan DAS Beringin Tahun 2019 Laju Infiltrasi pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan Berdasarkan Jenis Tanah di DAS Beringin tahun 2019 Tabel 5. Laju infiltrasi di DAS Beringin Tahun 2019 Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol Mediteran Merah Tua dan Regosol Berdasarkan pada tabel 5. yang merupakan hasil data pengukuran laju infiltrasi di DAS Beringin dapat diketahui bahwa pada lahan terbangun memiliki laju infiltrasi yang dinyatakan dengan 0, hal ini dengan mempertimbangkan bahwa penggunaan lahan terbangun di lokasi penelitian didominasi oleh kawasan perumahan elit yang padat dan bangunan pabrik industri. Sedangkan penggunaan lahan selain lahan terbangun memiliki laju infiltrasi sedang hingga cepat. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan lahan tersebut masih terdapat perakaran tumbuhan yang merupakan salah satu faktor untuk mempercepat laju infiltrasi, terutama pada penggunaan lahan kebun campuran yang tumbuhannya bersifat heterogen. Pada penggunaan lahan tegalan dan kebun campuran dengan jenis tanah mediteran merah tua dan regosol memiliki laju infiltrasi masing-masing cepat dan sangat cepat. Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 15 Debit Puncak Aliran Permukaan DAS Beringin Tabel 6. Debit Puncak Aliran Permukaan Q per penggunaan lahan di DAS Beringin tahun 2009 Intensitas Curah Hujan I Luas Penggunaan Lahan Km² Debit Puncak Aliran Permukaan Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol Mediteran Merah Tua dan Regosol Menurut hasil perhitungan debit puncak aliran Q pada tabel 6. diketahui bahwa jenis penggunaan lahan yang menimbulkan debit puncak aliran permukaan tertinggi adalah lahan terbangun dan yang terendah adalah sawah dengan intensitas hujan sebesar 77,6 mm/jam. Koefisien aliran menggunakan ketetapan menurut Haryono 1999 dan Kironoto 2003. Perhitungan debit puncak aliran permukaan di DAS Beringin ini menggunakan pendekatan penggunaan lahan dengan tetap memperhatikan jenis tanah yang ada. Debit puncak aliran permukaan tertinggi berada pada jenis penggunaan lahan terbangun, hal ini disebabkan oleh rendahnya kawasan resapan air pada area tersebut. Kemudian disusul oleh jenis penggunaan lahan tegalan, kebun campuran. Sedangkan debit puncak aliran permukaan pada jenis penggunaan lahan sawah dan semak – semak relatif tidak terlalu tinggi karena kemampuan tanah dalam meresapkan air masih tergolong tinggi dan dibantu oleh akar akar tumbuhan di dalam tanah. Tabel 7. Debit Puncak Aliran Permukaan Q per penggunaan lahan di DAS Beringin tahun 2019 Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol Mediteran Merah Tua dan Regosol Menurut hasil perhitungan debit puncak aliran Q permukaan pada tabel 7. diketahui bahwa penggunaan lahan yang menimbulkan debit puncak aliran permukaan tertinggi adalah lahan terbangun dan yang terendah adalah sawah dengan intensitas hujan 77,6 mm/jam atau sama dengan intensitas hujan pada tahun 2009 karena diasumsikan bahwa dengan intensitas hujan yang sama dengan tahun 2009, maka akan dapat diketahui perubahan debit puncak aliran permukaannya. Koefisien aliran menggunakan ketetapan oleh Haryono 1999 dan Kironoto 2003. Penggunaan lahan dengan debit puncak aliran permukaan tertinggi pada masing – masing jenis tanah adalah lahan terbangun. Berdasarkan pada tabel 4. luas lahan terbangun merupakan yang terluas daripada penggunaan lahan lainnya ditambah dengan semakin berkurangnya lahan untuk resapan air sehingga potensi naiknya debit puncak aliran permukaan sangat besar jika intensitas curah hujan sangat tinggi. KESIMPULAN Berdasarkan perhitungan debit puncak dengan metode rasional diketahui bahwa penggunaan lahan pada lahan terbangun memiliki debit puncak aliran paling tinggi pada thn 2009 dan semakin meningkat pada thn 2019, sedangkan pada penggunaan lahan sawah memiliki debit puncak aliran Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 16 terendah baik pd thn 2009 maupun thn 2019. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS Beringin pada kurun waktu 2009 – 2019 mengalami peningkatan pada lahan terbangun sangat pesat yaitu sebesar 18,69 %. Atau seluas 5,15 km² Sedangkan pada penggunaan lahan kebun campuran, tegalan, sawah, dan semak belukar mengalami penurunan luasan selama 10 tahun terakhir masing – masing sebesar 7,61% 2,12 km², 3,19% 0,89 km², 6,59% 1,83 km², dan 1,3% 0,36 km². Dampak yang ditimbulkan adalah meningkatnya debit puncak aliran permukaan dari tahun 2009 sampai tahun 2019 sehingga sangat memungkinkan untuk terjadi banjir pada periode berikutnya jika penggunaan lahan untuk lahan terbangun semakin meluas setiap tahunnya. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih diucapkan kepada Kepala Laboratorium Geografi Bapak Dr. Juhadi, yang telah memberikan fasilitas kepada kami untuk menyelesaikan penelitian ini. DAFTAR REFERENSI Ardiansyah, E. Y., Tibri, T., Lismawaty, L., Fitrah, A., Azan, S., & Sembiring, J. A. 2019. Analisa Pengaruh Sifat Fisik Tanah terhadap Laju Infiltrasi Air. In Seminar Nasional Teknik SEMNASTEK UISU Vol. 2, No. 1, pp. 86-90. Fauzi, R. G. N., Utomo, D. H., & Taryana, D. 2018. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Puncak di sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi, 231, 50-61. Harisuseno, D., Bisri, M., Yudono, A., & Purnamasari, F. D. 2014. Analisa Spasial Limpasan Permukaan Menggunakan Model Hidrologi di Wilayah Perkotaan. Journal of Environmental Engineering and Sustainable Technology, 11, 51-57. Indrayati, A., & Aji, A. 2018. 3D Model and morphometry of the Beringin watershed as an Effort for Flash Flood Disaster Risk Reduction in Semarang. In MATEC Web of Conferences Vol. 229, p. 04010. EDP Sciences. Setyowati, D. L. 2008. Antisipasi Penduduk dalam Menghadapi Banjir Kali Garang Kota Semarang. In Forum Ilmu Sosial Vol. 35, No. 2. Setyowati, D. L., Sriyanto, dan Kurniawan P. A. 2015. Media CD Pendidikan Kebencanaan untuk Masyarakat dalam Menghadapi Banjir Kali Beringin Semarang. Edu Geography, 35. Sriartha, I Putu. 2015. Penggunaan Citra Landsat 8 dan Sistem Informasi Geografis untuk Estimasi Debit Puncak di Daerah Aliran Sungai Unda Provinsi Bali. JST Jurnal Sains dan Teknologi, 42. Soplanit, R., & Silahooy, C. 2018. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan dan Aliran Dasar di Das Batugajah Kota Ambon. Agrologia, 12. Utami, P., Aji, A., & Juhadi, J. 2017. Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Daya Dukung Tata Air Daerah Aliran Sungai Das Kreo di Kota Semarang. Geo-Image, 62, 13 Werokila, Dian. 2015. Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 17 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Peristiwa masuknya air hujan ke dalam tanah disebut infiltrasi. Banyak hal yang mempengaruhi infiltrasi beberapa diantaranya adalah tekstur, kadar air dan porositas tanah. Tujuan studi adalah membahas seberapa besar pengaruh karakteristik fisik tanah terhadap laju infiltrasi. Studi dilaksanakan pada 15 titik lokasi di Desa Simpang Selayang Kecamatan Medan merupakan pengamatan langsung dari lapangan dengan menggunakan alat Double Ring Infiltrometer untuk pendugaan laju infiltrasinya. Terdapat dua klasifikasi laju infiltrasi pada daerah penelitian, yaitu klasifikasi lambat 1-5 mm/jam terdapat pada lokasi 1, lokasi 5, lokasi 7, lokasi 11, lokasi 12, lokasi 13, lokasi 14, lokasi 15 dan klasifikasi sedang-lambat 5-20 mm/jam terdapat pada lokasi lokasi 2, lokasi 3, lokasi 4, lokasi 6, lokasi 8, lokasi 9, lokasi 10. Dilakukan pengujian pada sampel tanah dari lokasi penelitian di laboratorium untuk mengetahui kadar air, porositas dan tekstur tanah. Hasil perbandingan hubungan karakteristik fisik tanah dengan laju infiltrasi yaitu komposisi pasir 52,1 %, porositas 72,1 % dan kadar air 53,4 % memiliki pengaruh signifikan terhadap laju infiltrasi. Kemudian dengan analisis yang lebih jauh lagi yaitu regresi linier berganda menunjukkan bahwa komposisi pasir, porositas dan kadar air secara simultan mempengaruhi laju infiltrasi sebesar 78,1 %. Kata-Kata Kunci Laju Infiltrasi, Sifat Fisik Tanah, Model Horton I. PENDAHULUAN Proses infiltrasi merupakan salah satu proses penting dalam siklus hidrologi karena infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang meresap/masuk ke dalam tanah secara langsung. Infiltrasi adalah suatu proses masuknya air kedalam tanah secara vertikal melalui permukaan tanah, kondisi ini sangat dipengaruhi oleh porositas tanah, tekstur tanah, dan kadar air tanah Arsyad, 1989. Laju infiltrasi pada tanah berbeda-beda disebabkan oleh adanya perbedaan sifat fisik tanah tersebut. Pemahaman mengenai infiltrasi dan data laju infiltrasi sangat berguna sebagai acuan perhitungan air limpasan untuk perencanaan dan rancangan sistem penirisan tambang, baik dalam pembuatan paritan atau pun dalam penanggulangan erosi pada kegiatan reklamasi. Peralihan fungsi suatu kawasan menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah dalam meresap air hujan, dikarenakan pengalihan lahan, penggunaaan lahan yang salah dan pemadatan tanah oleh alat-alat berat yang mengakibatkan terganggunya laju infiltrasi pada tanah. Tanah yang mempunyai laju infiltrasi yang buruk akan menimbulkan limpasan permukaan meski dengan curah hujan yang cukup rendah Utomo, 1989. Air hujan yang jatuh sebagian besar langsung menjadi air limpasan yang dapat mengakibatkan banjir dan erosi yang diaktifkan oleh run off Hakim, 1986. Desa Simpang Selayang merupakan daerah aliran sungai bagian tengah Middle land atau daerah peralihan antara bagian hulu dengan bagian hilir di kota Medan. Dimana air limpasan yang berasal dari hulu mengalir melewati daerah peralihan sebelum sampai ke hilir. Pentingnya peran daerah peralihan dalam menyerap air limpasan yang berasal dari hulu, agar tidak terjadi banjir di daerah hilir. Maka dari itu perlu diketahui kondisi laju infiltrasi tanah pada daerah tersebut, hingga di dapatkan data yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam perencanaan ataupun penanganan air agar tidak terjadi banjir di masa sekarang ataupun yang akan SoplanitCharles SilahooyThe study was conducted to quantify the land use changes that have occurred in the watershed Batugajah and evaluate the impact of changes in land use to changes in surface flow, inter flow and base flow. The results showed that the change in land use in the watershed Batugajah of the year 1998-2010 as follows The decline occurred from ha forest area to forest area ha or decrease, increasing the wide use of residential land of 25 ha to ha, an increase of vast improvement hamlet of 155, 65 ha to ha, an increase of The impact of land use changes as follows Runoff increased from mm to mm; annual runoff increased from mm to mm; interflo increased from mm to mm; Water yield increased from mm to mm and the base flow dropped mm to genangan akibat hujan dengan intensitas tinggi menjadi masalah utama khususnya di kawasan perkotaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan resapan menjadi kawasan kedap air menjadi penyebab utama meningkatnya limpasan permukaan yang mendorong terjadinya banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sebaran limpasan permukaan secara spasial dengan variasi tahun penggunaan lahan dan menganalisa fungsionalitas jaringan drainase dalam mengurangi genangan yang terjadi. Penelitian ini mengambil lokasi di Sub DAS Brantas, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Analisa sebaran limpasan permukaan dilakukan dengan menggunakan model KINEROS yang diintegrasikan dengan perangkat lunak ArcView GIS Masukan dari model KINEROS adalah peta tata guna lahan, peta jenis tanah, peta topografi, dan data hujan. Nilai debit limpasan permukaan yang dihasilkan model KINEROS Qh selanjutnya ditambahkan debit air buangan Qk untuk mendapatkan debit rencana Qr . Berikutnya dilakukan analisa fungsionalitas jaringan drainase di lokasi penelitian dalam mengurangi limpasan. Hasil studi menunjukkan limpasan yang terjadi meningkat seiring dengan semakin meningkatnya luasan kawasan kedap air. Tinggi limpasan permukaan tertinggi dihasilkan tahun 2010 setinggi 142,76mm yang terjadi di Kelurahan Penanggungan. Besar limpasan yang tereduksi oleh saluran drainase yaitu sebesar 51,637 m 3 /dtk. Hasil evaluasi kemampuan saluran drainase menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa saluran yang tidak mampu menampung debit limpasan permukaan sehingga menimbulkan Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Puncak di sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu GeografiR G N FauziD H UtomoD TaryanaFauzi, R. G. N., Utomo, D. H., & Taryana, D. 2018. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Puncak di sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi, 231, Model and morphometry of the Beringin watershed as an Effort for Flash Flood Disaster Risk Reduction in SemarangA IndrayatiA AjiIndrayati, A., & Aji, A. 2018. 3D Model and morphometry of the Beringin watershed as an Effort for Flash Flood Disaster Risk Reduction in Semarang. In MATEC Web of Conferences Vol. 229, p. 04010. EDP Penduduk dalam Menghadapi Banjir Kali Garang Kota SemarangD L SetyowatiSetyowati, D. L. 2008. Antisipasi Penduduk dalam Menghadapi Banjir Kali Garang Kota Semarang. In Forum Ilmu Sosial Vol. 35, No. 2.Media CD Pendidikan Kebencanaan untuk Masyarakat dalam Menghadapi Banjir Kali Beringin SemarangD L SetyowatiDan SriyantoP A KurniawanSetyowati, D. L., Sriyanto, dan Kurniawan P. A. 2015. Media CD Pendidikan Kebencanaan untuk Masyarakat dalam Menghadapi Banjir Kali Beringin Semarang. Edu Geography, 35.Penggunaan Citra Landsat 8 dan Sistem Informasi Geografis untukI SriarthaPutuSriartha, I Putu. 2015. Penggunaan Citra Landsat 8 dan Sistem Informasi Geografis untuk Estimasi Debit Puncak di Daerah Aliran Sungai Unda Provinsi Bali. JST Jurnal Sains dan Teknologi, 42.Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Daya Dukung Tata Air Daerah Aliran Sungai Das Kreo di Kota SemarangP UtamiA AjiJ JuhadiUtami, P., Aji, A., & Juhadi, J. 2017. Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Daya Dukung Tata Air Daerah Aliran Sungai Das Kreo di Kota Semarang. Geo-Image, 62, 13Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS BanggaDian WerokilaWerokila, Dian. 2015. Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

PengendalianKerusakan Lahan, Hutan dan Air 37 INFOMATEK Volume 6 Nomor 1 Maret 2004 PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN, HUTAN DAN AIR tentu saja bila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan kerugian, bahkan bencana, di Beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan lain-lain sebenarnya bukan terjadi dalam tiga tahun itu saja Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di Negara-negara yang sedang dalam proses berkembang, seperti Negara-negara ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di pinggiran kota. Biasanya, pemilik perusahaan ini berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. 1. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. sebagian lahan strategis tersebut merupakan lahan pertanian. 2. Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan terbangun. 3. Pembangunan industri memilih akses yang lebih mudah 4. Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yang baik. 5. Faktor sosial dan budaya hukum waris. Kenversi lahan pertanian menjadi industri mengakibatkan pertanian " Terusir " dari tanah mereka digantikan oleh uang. Awalnya, petani di pedesaan mempunyai tanah, namun kemudian mereka menjadi petani gurem dan tak betahan. kondisi ini memengaruhi sistem sosial dan budaya hukum waris yang berorientasi pada nilai uang. Anak-anak petani tidak lagi diwarisi lahan pertanian, tetapi diganti dengan pembagian uang hasil penjualan lahan petanian. Penggunaan lahan dalam pembangunan industri memerlukan perhatian beberapa negara Industri. Pasalnya, tidak semua industri yang akan atau sudah di bangun berada di lahan yang tepat dan tidak menempati lahan produktif seperti lahan pertanian. Berbagai masalah timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri antara lain 1. Lahan pertanian berkurang, yang membuat produksi pangan dan pertanian menurun. 2. Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah tau polusi dari industri baik tanah, air, maupun udara. 3. Konversi lahan itu menular, yagn mengancam ketersediaan lahan petanian. PengalihanFungsi Lahan Pangan Menjadi Ancaman Bagi Ketahanan Pangan Bangsa dan pemenuhan akses umum dan fasilitas lain akan mengakibatkan lahan yang tersedia semakin menyempit. Alih fungsi lahan dapat disebabkan banyak faktor antaralain oleh perkembangan kawasan perumahan atau industri yang kemudian mendorong perbaikan aksesibilitas di Setiap tahunnya populasi manusia di bumi terus mengalami peningkatan. Hal ini terjadi hampir setiap negara terutama di negara berkembang. Perpindahan penduduk dari pedesaan menuju perkotaan menjadi salah satu bukti dari semakin banyaknya jumlah penduduk di dunia. Tidak hanya itu saja, sekarang ini di kota – kota besar sudah banyak ditemukan gedung bertingkat yang dimanfaatkan sebagai tempat tinggal oleh sebagian besar orang yang memutuskan untuk tinggal di perkotaan, sebagai akibat dari banyaknya jumlah penduduk sehingga sudah tidak tersedia lahan kosong untuk dijadikan tempat tinggal. Maka tidak heran terjadi kepadatan jumlah penduduk di daerah yang terjadi di perkotaan sudah tentu menjadi masalah tersendiri yang harus dihadapi oleh orang – orang yang tinggal di sana. Polusi udara, polusi suara hingga polusi cahaya yang sudah biasa terjadi di perkotaan. Sehingga mau tidak mau pemerintah harus berpikir dalam menyelesaikan permasalahan ini. Salah satunya dengan membuka lahan baru demi membangun perumahan sebagai sarana tempat tinggal masyarakat di luar kota – kota ini lahan kosong yang tersedia dapat dikatakan cukup untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Namun tidak semua lahan tersebut mampu menampung populasi penduduk yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga pemerintah memutuskan untuk membuka lahan perhutanan sebagai bentuk pengalihan lahan menjadi perumahan. Tentu hal tersebut menimbulkan sisi positif dan juga negatif dari beberapa pihak. Lalu apa sajakah dampak positif dan negatif pengalihan lahan hutan untuk perumahan? Berikut Positif Pengalihan Lahan HutanMenciptakan lapangan pekerjaan baruUntuk membangun suatu daerah perumahan sudah tentu membutuhkan tenaga pekerja yang tidak sedikit jumlahnya. Sehingga sangat besar kemungkinan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru di daerah tersebut. Tenaga kerja yang direkrut bisa didatangkan dari luar kota atau pinggir kota, dengan begitu jumlah pengangguran akan berkurang investor yang berasal dari segala bidangJika sebuah perumahan dibangun di atas lahan yang sangat strategis, sudah tentu akan menarik banyak investor untuk berinvestasi atau menamkan modal di sini. Tentunya itu akan memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak pengelola perumahan. Dengan begitu, pembangunan perumahan akan berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun selama proses pembangunan perumahan taraf hidup masyarakatDengan dialihkannya lahan hutan menjadi perumahan, otomatis masyarakat di sekitar kawasan juga ikut berdampak. Dalam membangun perumahan sudah tentu akan tersedia berbagai macam fasilitas pendukung seperti akses jalan yang baik. Jika sudah begitu sistem transportasi bukan lagi menjadi penghalang dalam menyalurkan barang dan jasa. Sehingga kehidupan masyarakat sudah tentu akan meningkat taraf pendapatan masyarakatDi saat bersamaan, pembangunan perumahan juga ikut menciptakan berbagai macam kegiatan seperti industri hingga transportasi. Dan itu sudah tentu mendorong masyarakat untuk berpikir dan bergerak dalam upaya meningkatkan pendapatan. Biasanya di dalam perumahan, sudah tentu harus tersedia berbagai macam fasilitas untuk melayani dan mensejahterakan penduduk di perkotaan berkurangBanyak orang dari desa selalu datang ke kota setiap tahunnya, dan sudah tentu hal tersebut menjadikan daerah perkotaan menjadi lebih padat. Jika telah dibangun perumahan di luar wilayah perkotaan, dapat dipastikan orang – orang akan berpikir untuk berpindah keluar dari wilayah perkotaan menuju daerah perumahan yang tidak terlalu padat penduduk. Seiring berjalannya waktu, daerah perumahan juga menyediakan berbagai macam fasilitas yang sama lengkapnya seperti di perkotaan. Dengan beralihnya orang – orang untuk pindah di daerah perumahan, sudah tentu akan menurangi kepadatan di pusat Negatif Pengalihan Lahan HutanHilangnya daerah resapan air hujanSaat hujan turun, air akan masuk ke dalam pori – pori tanah dan tertampung menjadi sumber air tanah, sebagian air hujan ada yang ikut mengalir ke sungai lalu menuju laut untuk kemudian menguap membentuk awan kembali, itulah yang dinamakan dengan siklus hidrologi. Jika daerah resapan seperti lahan perhutanan sudah tidak ada, akibat telah tertutup oleh perumahan, kemungkinan air hujan yang menyerap ke dalam tanah tidak terlalu banyak dan sebagian besar hanya akan hanyut terbawa sungai. Karena air hujan yang terserap masuk ke dalam tanah tidak banyak, maka ketersediaan air tanah juga ikut bencana alamSeperti yang kita tahu jika hutan memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. Apa jadinya jika hutan sudah berubah menjadi perumahan? Sudah tentu akan menimbulkan bencana alam seperti banjir hingga tanah longsor yang sebagai akibat dari hilangnya resapan air hujan. Banjir akan sangat dirasakan di daerah yang berada di hulu sungai, hal ini disebabkan oleh volume air sungai yang meningkat saat hujan turun. Tanah longsor yang terjadi sebagai akibat dari sudah hilangnya pohon yang menahan tanah agar tetap tertahan saat hujan. Di beberapa daerah juga bisa terjadi banjir bandang yang tidak hanya merusak tetapi juga menghilangkan korban pencemaran lingkunganSeiring bertambahnya populasi manusia, berbagai macam bentuk kegiatan manusia akan menghasilkan limbah. Sayangnya, masih banyak ditemukan orang – orang yang belum sadar akan menjaga kebersihan lingkungan sekitar sehingga menimbulkan berbagai macam pencemaran. Seperti contoh penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil atau pembungan limbah rumah tangga dan industri yang tidak sesuai dengan tempat, yang sudah tentu akan menimbulkan pencemaran baik tanah, udara hingga sumber lahan pertanian dan perkebunanMakanan menjadi salah satu faktor penting yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Jika jumlah penduduk terus meningkat, maka jumlah makanan juga harus ikut meningkat. Namun, apa jadinya jika lahan pertanian serta perkebunan telah hilang. Sudah tentu ketersediaan makanan akan terhambat. Tidak heran jika ditemukan banyak orang yang kelaparan dan tidak bisa makan akibat dari berkurangnya pasokan makanan. Bagi petani, sudah dipastikan mereka kehilangan mata pencahariannya akibat pengalihan fungsi lahan menjadi untuk memajukan suatu bangsa tidaklah mudah. Ada dampak positif dan negatif yang bisa terjadi ke depannya. Namun, jika telah dirancang dengan perencanaan yang baik dan sesuai dengan prosedur, setidaknya hal itu akan mengurangi efek negatif dari membangun perumahan di lahan hutan. Semoga informasi di atas bisa menambah pengetahuan. Abstract Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penataan ruang yang berdaya guna, berkualitas, dan berkelanjutan perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan; b. bahwa berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan Lahan yang sebelumnya digunakan sebagai pemukiman atau pesawahan dikonversi demi perluasan area bandara merupakan dampak perkembangan iptek terhadap perubahan ruang di bidang.. Lahan yang sebelumnya digunakan sebagai pemukiman atau pesawahan dikonversi demi perluasan area bandara merupakan dampak perkembangan iptek terhadap perubahan ruang di bidang Geografi Lahan yang sebelumnya digunakan sebagai pemukiman atau persawahan dikonversi demi perluasan area bandara merupakan dampak perkembangan Iptek terhadap perubahan ruang di bidang Geografi. EhAjY.
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/473
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/339
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/451
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/248
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/339
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/132
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/127
  • g7ynjn2z6s.pages.dev/135
  • pengalihan lahan resapan air menjadi perumahan akan mengakibatkan